Dialah nenekku yang pada akhirnya telah berhasil membesarkan anak-anaknya seorang diri, kakek sudah meninggal saat ibuku masih muda dan bahkan belum menikah. Ya, aku hanya bisa melihat beliau dari selembar foto yang selalu nenek tunjukkan saat aku berkunjung ke rumahnya.
Wanita itu luar biasa, sejak aku dilihatnya cukup umur untuk pacaran, beliau tak pernah mengajarkanku untuk mengejar materi, satu hal yang selalu beliau ajarkan adalah kesetiaan orang yang dicintai, kesabaran untuk menghadapi seseorang dan “dampingi ke mana suami pergi”, katanya, (so sweet ). Sejak suaminya meninggal (kakekku), nenek ngga pernah menikah lagi, kakeklah orang yang terakhir beliau cintai.
Sesekali aku pernah berpikir, masih ada ngga ya orang yang kayak gitu? Karena seringkali yang kusaksikan, jangankan untuk menjaga, pernikahan yang ada pun berakhir dengan perceraian.
Satu pasang lagi, suami-istri, (almarhum/ah) adik dari nenek dan kakekku, masih kusebut juga kakek dan nenek, atau kalau orang Sunda biasa menyebutnya dengan “nini/aki ti gigir”. Sebuah pembinaan rumah tangga yang luar biasa, dalam kehidupan rumah tangganya, mereka tidak dikaruniai anak, tapi keduanya tetap menjaga hubungan pernikahan hingga akhir usia. (kalau orang-orang sekarang mungkin sudah kepikiran untuk poligami, ckckck..).
Keduanya ikut merawat dan membesarkan anak-anak saudaranya. Ya, banyak hal yang mereka lakukan dengan segala keterbatasan dengan yang ada.
Semoga kita semua selalu berada di jalan yang benar... amiiin...
Wanita itu luar biasa, sejak aku dilihatnya cukup umur untuk pacaran, beliau tak pernah mengajarkanku untuk mengejar materi, satu hal yang selalu beliau ajarkan adalah kesetiaan orang yang dicintai, kesabaran untuk menghadapi seseorang dan “dampingi ke mana suami pergi”, katanya, (so sweet ). Sejak suaminya meninggal (kakekku), nenek ngga pernah menikah lagi, kakeklah orang yang terakhir beliau cintai.
Sesekali aku pernah berpikir, masih ada ngga ya orang yang kayak gitu? Karena seringkali yang kusaksikan, jangankan untuk menjaga, pernikahan yang ada pun berakhir dengan perceraian.
Satu pasang lagi, suami-istri, (almarhum/ah) adik dari nenek dan kakekku, masih kusebut juga kakek dan nenek, atau kalau orang Sunda biasa menyebutnya dengan “nini/aki ti gigir”. Sebuah pembinaan rumah tangga yang luar biasa, dalam kehidupan rumah tangganya, mereka tidak dikaruniai anak, tapi keduanya tetap menjaga hubungan pernikahan hingga akhir usia. (kalau orang-orang sekarang mungkin sudah kepikiran untuk poligami, ckckck..).
Keduanya ikut merawat dan membesarkan anak-anak saudaranya. Ya, banyak hal yang mereka lakukan dengan segala keterbatasan dengan yang ada.
Semoga kita semua selalu berada di jalan yang benar... amiiin...
Komentar
Posting Komentar
Silakan berikan komentar, saran dan kritik sangat ditunggu... ^^